KabarMadina.com - Ketua DPR RI Puan Maharani memberikan penjelasan terkait penggunaan kendaraan taktis (rantis) untuk mengamankan rapat pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Rapat yang digelar di sebuah hotel di Jakarta pada Minggu (16/3/2025) tersebut memicu kontroversi setelah tiga aktivis mencoba menerobos masuk ke lokasi rapat.
Puan menegaskan bahwa langkah pengamanan ini diambil karena adanya upaya dari pihak tertentu untuk masuk tanpa izin ke lokasi rapat. "Teman-teman kan juga tahu bahwa ada yang menggeruduk atau masuk tanpa izin. Jadi memang apapun, kalau dalam suatu acara kemudian masuk tanpa izin, ya kan tidak diperbolehkan," ujar Puan di gedung DPR, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Meskipun rapat revisi UU TNI berlangsung tertutup, Puan menekankan bahwa proses pembahasan dilakukan secara transparan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Ia pun meminta semua pihak untuk menghormati jalannya diskusi dan tidak melakukan tindakan yang dapat mengganggu. "Tidak patut untuk dilakukan itu masuk ke dalam rumah yang bukan rumahnya," tegasnya.
Sebelumnya, tiga aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk sektor keamanan melakukan aksi protes saat rapat Panja Revisi UU TNI berlangsung di Fairmont Hotel, Jakarta, pada Sabtu (15/3/2025). Mereka berusaha masuk ke ruang pertemuan yang terletak di Ruby 1 dan 2 untuk menyuarakan penolakan terhadap pembahasan revisi tersebut.
Salah satu aktivis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andrie Yunus, mengenakan pakaian serba hitam saat mencoba menerobos masuk. Namun, upayanya terhenti ketika dua staf berpakaian batik menghadangnya. Dalam tayangan program *Sapa Indonesia Akhir Pekan* di KompasTV, Minggu (16/3/2025) pagi, terlihat Andrie sempat terdorong hingga jatuh ke lantai sebelum bangkit kembali. "Woi, Anda mendorong, teman-teman, bagaimana kita kemudian direpresif," ujarnya.
Andrie bersama dua aktivis lainnya kemudian melanjutkan protes mereka di depan pintu rapat yang telah tertutup rapat. Dengan suara lantang, mereka menyerukan agar pembahasan RUU TNI dihentikan. "Kami menolak adanya pembahasan di dalam. Kami menolak adanya dwifungsi ABRI," teriak Andrie. "Hentikan pembahasan dwifungsi RUU TNI, hentikan, hentikan bapak ibu," tambahnya.
Aktivis tersebut juga mengkritik proses pembahasan yang dinilai dilakukan secara diam-diam dan tertutup. "Kami meminta dihentikan karena prosesnya dilakukan secara diam-diam dan tertutup," ujar Andrie.
Kejadian ini memicu perdebatan publik mengenai transparansi dalam proses revisi UU TNI. Sementara Puan Maharani menegaskan bahwa rapat dilakukan sesuai prosedur, aksi protes dari aktivis menunjukkan adanya ketidakpuasan dari sebagian masyarakat terhadap proses tersebut.
Puan kembali menyerukan agar semua pihak dapat menjaga ketertiban dan menghormati proses demokrasi yang sedang berjalan. "Kita semua harus menjaga agar proses pembahasan ini bisa berjalan lancar tanpa gangguan," ujarnya.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil berencana melanjutkan aksi mereka jika pembahasan revisi UU TNI dinilai masih kurang melibatkan partisipasi publik. "Kami akan terus menyuarakan kepentingan masyarakat agar tidak ada kebijakan yang dibuat secara sepihak," tegas Andrie.
Dengan situasi yang masih memanas, publik menunggu langkah konkret dari DPR dan pemerintah untuk memastikan bahwa proses revisi UU TNI benar-benar transparan dan akuntabel. (YN)
Puan menegaskan bahwa langkah pengamanan ini diambil karena adanya upaya dari pihak tertentu untuk masuk tanpa izin ke lokasi rapat. "Teman-teman kan juga tahu bahwa ada yang menggeruduk atau masuk tanpa izin. Jadi memang apapun, kalau dalam suatu acara kemudian masuk tanpa izin, ya kan tidak diperbolehkan," ujar Puan di gedung DPR, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Meskipun rapat revisi UU TNI berlangsung tertutup, Puan menekankan bahwa proses pembahasan dilakukan secara transparan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Ia pun meminta semua pihak untuk menghormati jalannya diskusi dan tidak melakukan tindakan yang dapat mengganggu. "Tidak patut untuk dilakukan itu masuk ke dalam rumah yang bukan rumahnya," tegasnya.
Sebelumnya, tiga aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk sektor keamanan melakukan aksi protes saat rapat Panja Revisi UU TNI berlangsung di Fairmont Hotel, Jakarta, pada Sabtu (15/3/2025). Mereka berusaha masuk ke ruang pertemuan yang terletak di Ruby 1 dan 2 untuk menyuarakan penolakan terhadap pembahasan revisi tersebut.
Salah satu aktivis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andrie Yunus, mengenakan pakaian serba hitam saat mencoba menerobos masuk. Namun, upayanya terhenti ketika dua staf berpakaian batik menghadangnya. Dalam tayangan program *Sapa Indonesia Akhir Pekan* di KompasTV, Minggu (16/3/2025) pagi, terlihat Andrie sempat terdorong hingga jatuh ke lantai sebelum bangkit kembali. "Woi, Anda mendorong, teman-teman, bagaimana kita kemudian direpresif," ujarnya.
Andrie bersama dua aktivis lainnya kemudian melanjutkan protes mereka di depan pintu rapat yang telah tertutup rapat. Dengan suara lantang, mereka menyerukan agar pembahasan RUU TNI dihentikan. "Kami menolak adanya pembahasan di dalam. Kami menolak adanya dwifungsi ABRI," teriak Andrie. "Hentikan pembahasan dwifungsi RUU TNI, hentikan, hentikan bapak ibu," tambahnya.
Aktivis tersebut juga mengkritik proses pembahasan yang dinilai dilakukan secara diam-diam dan tertutup. "Kami meminta dihentikan karena prosesnya dilakukan secara diam-diam dan tertutup," ujar Andrie.
Kejadian ini memicu perdebatan publik mengenai transparansi dalam proses revisi UU TNI. Sementara Puan Maharani menegaskan bahwa rapat dilakukan sesuai prosedur, aksi protes dari aktivis menunjukkan adanya ketidakpuasan dari sebagian masyarakat terhadap proses tersebut.
Puan kembali menyerukan agar semua pihak dapat menjaga ketertiban dan menghormati proses demokrasi yang sedang berjalan. "Kita semua harus menjaga agar proses pembahasan ini bisa berjalan lancar tanpa gangguan," ujarnya.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil berencana melanjutkan aksi mereka jika pembahasan revisi UU TNI dinilai masih kurang melibatkan partisipasi publik. "Kami akan terus menyuarakan kepentingan masyarakat agar tidak ada kebijakan yang dibuat secara sepihak," tegas Andrie.
Dengan situasi yang masih memanas, publik menunggu langkah konkret dari DPR dan pemerintah untuk memastikan bahwa proses revisi UU TNI benar-benar transparan dan akuntabel. (YN)
0 Comments