Beli Es Teh Ditangkap, Tindakan Aparat Kepolisian di Semarang Dituding Langgar HAM dalam Penanganan Demo

Penangkapan brutal di Semarang: pelajar diseret, pembeli es teh ditangkap. Polisi dituding langgar HAM dalam penanganan demonstrasi.-Foto: IG @infosemarangterkini-
KabarMadina.com - Aparat kepolisian di Semarang, Jawa Tengah, mendapat sorotan akibat tindakan penangkapan yang dilakukan pascademonstrasi menuntut keadilan bagi Affan Kurniawan, driver ojek online yang tewas tertabrak kendaraan taktis Brimob. Tim Hukum Suara Aksi, sebuah kelompok yang terdiri dari advokat, akademisi, dan profesional, menuding polisi melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dengan menangkap ratusan orang secara sewenang-wenang.

Berdasarkan data yang dihimpun tim hukum tersebut, sekitar 400 orang, yang mayoritas merupakan anak di bawah umur, ditangkap secara acak oleh polisi antara tanggal 29 hingga 30 Agustus 2025. Penangkapan tidak hanya menyasar pelaku demonstrasi, tetapi juga warga yang tidak terlibat aksi, termasuk remaja, pelajar, penyandang disabilitas, hingga tiga perempuan yang sedang membeli es teh.

Fandy Achmad Chairuddin, anggota Tim Hukum Suara Aksi, menyatakan dalam konferensi pers bahwa polisi melakukan sweeping di sejumlah titik tanpa menunjukkan surat perintah atau memberi penjelasan. "Setiap ada remaja lewat diberhentikan, bahkan ada yang sampai jatuh dari motor. Yang sedang nongkrong tiba-tiba ditangkap, bahkan ada juga yang dipukuli," ujarnya.

Tuduhan lainnya adalah penyangkalan akses bantuan hukum. Kahar Muamalsyah, anggota tim hukum lainnya, mengungkapkan bahwa polisi menghalangi keluarga dan tim hukum untuk mendampingi para tersangka, termasuk seorang penyandang disabilitas tuli yang tidak diberikan pendamping khusus. Tindakan ini dinilai melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Kekhawatiran juga muncul atas patroli polisi yang membawa senjata api laras panjang, yang dinilai tidak proporsional dan menimbulkan ketakutan di masyarakat. Tim hukum ini juga mengkritik instruksi "tembak di tempat" dari pimpinan polisi, yang mereka khawatirkan akan berpotensi disalahartikan dan memicu kekerasan lebih lanjut.

Unjuk rasa di Semarang sendiri berawal dari tuntutan pengusutan tuntas kasus meninggalnya Affan Kurniawan. Aksi yang berlangsung sejak 29 Agustus itu sempat ricuh dan menyebabkan sejumlah fasilitas umum dirusak oleh orang-orang tak dikenal. Polisi menyatakan penangkapan dilakukan sebagai bagian dari "penanganan" terhadap orang-orang yang diduga melakukan atau memprovokasi perusakan.

Namun, metode yang digunakan mempertanyakan keseimbangan antara menjaga keamanan dan menghormati hak-hak dasar warga. Dalam negara hukum, pertanyaan yang mengemuka adalah sejauh mana tindakan aparat dapat dibenarkan, dan apakah rasa aman justru dikorbankan oleh mereka yang seharusnya menjaganya. (yn)

0 Comments