Dilematika Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal: Antara Penataan Kota, Peningkatan PAD, dan Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional

Foto: Teguh W. Hasahatan (Ketua DPC PDIP Madina/Anggota DPRD Madina)

KabarMadina.com - Panyabungan, Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mandailing Natal (Madina) merelokasi pedagang pasar keliling dari Pasar Lama Panyabungan ke Eks Bioskop Tapanuli menuai polemik. Kebijakan yang bertujuan menata kota dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini dihadapkan pada penolakan dari para pedagang yang mengeluhkan sepinya pembeli di lokasi baru.


"Pasar tradisional adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli yang di dalamnya terjadi aktivitas tawar-menawar secara langsung, itu kata Wicaksono seorang ahli di bidang pengembangan pasar. Berdasarkan pendapat Wicaksono tersebut pasar tradisional memiliki peran penting peningkatan perekonomian masyarakat,terutama pedagang pasar," Ujar Teguh W. Hasahatan, saat memberikan keterangan pada media ini (13/10/2025).


Berdasarkan pantauan di lapangan, aktivitas jual-beli di lokasi baru di Eks Bioskop Tapanuli terlihat sepi, kontras dengan riuh rendah Pasar Lama yang telah menjadi pusat perbelanjaan warga selama bertahun-tahun. Para pedagang mengaku pendapatan mereka merosot drastis sejak dipindahkan.


"Jika di Pasar Keliling, omset yang didapatkan para pedagang bisa mencapai Rp 150.000 hingga Rp 250.000 per hari. Sementara itu ada resiko atau kerentanan di lokasi relokasi yang telah disiapkan oleh Pemkab Madina, karena untuk meraih Rp 50.000 saja sangat sulit, hal ini perlu untuk menjadi bahan pertimbangan kembali bagi Pemkab Madina agar tidak salah dalam mengambil langkah," ujar Teguh Wahyudi, Ketua DPC PDIP Madina tersebut.


Penurunan pendapatan ini dinilai sangat mencemaskan, mengingat banyak dari sekitar 150 hingga 200 pedagang yang terdampak menggunakan modal usaha dari pinjaman. Mereka khawatir tidak mampu membayar utang jika kondisi ini berlanjut.


Faktor penyebab sepinya pembeli, menurut para pedagang, adalah lokasi baru yang dianggap kurang strategis. Masyarakatakat sudah terbiasa berbelanja di Pasar Lama yang letaknya sangat mudah diakses dan berdekatan dengan kawasan padat penduduk seperti Kelurahan Panyabungan I, Pasar Hilir, dan Banjar Kobun.


Pemerintah Beralasan Penataan dan Peningkatan PAD


Di sisi lain, Pemkab Madina memiliki dasar hukum dan tujuan di balik kebijakan relokasi ini. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya penataan wajah Ibu Kota Kabupaten agar lebih tertib dan modern.


Selain itu, relokasi juga ditujukan untuk meningkatkan PAD, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Melalui perda ini, setiap kios di pasar baru dikenakan retribusi sebesar Rp 1.600.000 per tahun.


Anggota DPRD Soroti Pengabaian Amanat Konstitusi


Kebijakan ini mendapat sorotan dari anggota DPRD Madina, Teguh W. Hasahatan. Dalam pernyataannya, Teguh menilai kebijakan ini telah mengesampingkan kesejahteraan ekonomi para pedagang, yang justru merupakan amanat konstitusi.


"Tugas negara sesuai Pembukaan UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam situasi ekonomi yang lesu dan inflasi Sumut yang hampir 5,3%, memberatkan pedagang adalah langkah yang tidak tepat," tegas Teguh, yang juga merupakan Ketua DPC PDI Perjuangan Madina.


Ia mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan relokasi ini. Menurutnya, sinergi antara seluruh pemangku kepentingan diperlukan untuk mencari solusi yang tidak hanya mengejar target fisik dan finansial semata, tetapi juga melindungi keberlangsungan hidup para pedagang tradisional sebagai tulang punggung ekonomi rakyat.


"Kesejahteraan pedagang harus menjadi prioritas utama, mengungguli kepentingan penataan kota atau peningkatan PAD yang bersifat jangka pendek," pungkasnya.


Dinamika antara kepentingan penataan kota dan nasib ratusan pedagang tradisional di Panyabungan masih menunggu langkah bijak dari pemangku kebijakan. (02)

0 Comments